Minggu, 14 Juni 2009

Keseimbangan Penerapan Marketing Mix

Bagi para marketers, marketing mix atau bauran pemasaran adalah salah satu strategi pemasaran yang sudah sangat familiar di telinga. Marketing mix, yang terdiri dari variable 4P (Poduct, Price, Place, dan Promotion), semenjak ide awalnya oleh Neil Borden, yang lalu dikembangkan oleh E. Jerome McCarthy sekitar tahun 1960-an, yang kemudian begitu gencar digaungkan oleh Philip Kotler, kini telah bertambah menjadi 7P, yaitu 3P selanjutnya adalah Bukti Fisik (Physical Evidence), Proses (Process) dan Orang (People). Marketing mix adalah sebuah taktik dalam mengintegrasikan unsur penawaran, logistik, dan cara mempromosikan produk atau jasa Anda. Tidak hanya perlu melakukan penawaran yang menarik, Anda juga harus memikirkan taktik yang tepat dalam mendistribusikan dan mempromosikannya.
Kesesuaian 7 kombinasi tersebut dapat menunjang tiap variable hingga suatu kegiatan pemasaran dapat sukses sebegitu baiknya dan membantu adanya perkembangan pada pembangunan company, dan bukan tak mungkin meningkatkan penjualan anda.
Permasalahannya disini adalah, bagaimana kita bisa menyelaraskan ketujuh kombinasi tersebut agar tidak timpang salah satunya. Seimbang dalam penerapannya, karena jika hanya unggul dibeberapa variable saja, maka sesungguhnya marketing mix yang menjadi strategi pemasaran anda itu sendiri yang akan menggagalkan pemasaran anda.
Saya akan memberi contoh kegagalan penerapan salah satu layanan internet yang promosinya begitu gencar dengan pangsa pasar remaja hingga pebisnis muda di wilayah Bandung. Layanan internet ini memberikan penawaran yang begitu menggiurkan, dengan kecepatan konektivitas, kemudahan penggunaannya, harga yang relevan, dan banyak promosi lainnya. Intinya, layanan internet ini begitu sukses dalam promosi yang dilakukannya dengan promo dan tampilan yang inovatif dan begitu mudah menarik. Kalau dilihat secara umum, layanan internet ini berhasil melakukan general advertising dan masuk dalam mind share konsumen.
Namun, ternyata gencarnya promotion disini tak diimbangi dengan keberhasilan pada variable lainnya, seperti place dan product. Pada product, ternyata dari pihak layanan internet ini seolah tak memiliki kesiapan dalam memfasilitasi boomingnya layanan internet mereka di pasaran. Target audience yang menggunakan layanan ini ternyata melebihi prediksi, sehingga jaringan konektivitas layanan ini menjadi crowded. Penawaran layanan internet dengan kecepatan tinggi pun, mulai mengalami penurunan, akibat begitu banyaknya pengguna layanan internet tersebut. Pihak mereka bahkan ‘baru’ merencanakan akan menambah BTS, sementara konsumen sudah mulai mengeluh dan banyak yang posting di blog, yang tentunya dapat mempengaruhi brand mereka.
Pada place, yaitu saluran distribusinya, ternyata mereka pun juga mengalami kekurangan. Akibat begitu banyaknya pengguna layanan internet mereka, layanan internet ini pun tak dapat mengontrol peredaran voucher isi ulang mereka. Sehingga konsumen lagi-lagi mengeluh. Mereka menyatakan kekecewaannya dikarenakan begitu sulitnya mencari voucher internet tersebut.
Begitu banyaknya keluhan yang datang, hingga posting di blog-blog pun beredar berisi cacian, makian, hingga seruan untuk lebih baik pindah ke layanan internet lainnya. Namun tetap saja perusahaan tersebut tak bergeming. Mereka tak sigap menanggapi ini. KEPUASAN KONSUMEN BERPENGARUH PADA LOYALITAS KONSUMEN. Lovelock (1991:44) menjelaskan bahwa tingkat kesetiaan dari para konsumen terhadap suatu barang atau jasa merek tertentu tergantung pada beberapa faktor: besarnya biaya untuk berpindah ke merek barang atau jasa yang lain, adanya kesamaan mutu, kuantitas atau pelayanan dari jenis barang atau jasa pengganti, adanya risiko perubahan biaya akibat barang atau jasa pengganti dan berubahnya tingkat kepuasan yang didapat dari merek baru dibanding dengan pengalaman terhadap merek sebelumnya yang pernah dipakai.” Semakin konsumen merasa puas terhadap suatu produk, maka dia pun akan mengalami experience, hingga konsumen tersebut loyal pada produk itu dan akhirnya dia pun bisa menjadi advocates consumer, dimana konsumen tersebut sudah sampai di tahap secara sukarela dia merekomendasikan produk yang digunakannya itu. Dan tentunya ini bisa menjadi impact dari word of mouth dan pemasaran yang gratis. Sesuai dengan posting saya terdahulu, marketer masa kini tak lagi hanya menekankan pada inovasi produk dengan biaya berlebih. Low-budget high-impact!
Maka sebaiknya mari kita benar-benar memahami kombinasi dari marketing mix tersebut. Jangan hanya mengetahuinya lalu seenaknya menerapkan. Tapi harus ada keseimbangan dalam penerapan marketing mix tersebut. Karena sebuah strategi bisa menjadi senjata untuk kita apabila kita salah dalam penerapannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya

Mengenai Saya

Foto saya
I am a product of imagination who dwells in a faraway castle. This blog is not related to my profession in real life but meant to be a tool for me as a human to share my thoughts and notions. This blog was initially started as a project in my college time because I took marketing communication as my concentration but it appears that I need a vessel of my imagination so here we are ! PS: pardon my language or thoughts if you feel it's quite offensive :)

Pengikut

Arsip Blog