Senin, 15 Juni 2009

MARKETING IN A COMPANY

Divisi marketing atau pemasaran adalah bagian yang selalu ada dalam setiap perusahaan komersil. Entah mungkin dengan nama lain, namun divisi tersebut akan selalu ada dan biasanya justru menjadi ‘anak emas’ di perusahaan tersebut.
Terkadang bahkan ada persaingan antara divisi keuangan dan pemasaran, mengingat divisi marketing yang lebih focus pada pola pemasaran perusahaan dan keuangan yang begitu focus pada manajemen dana dan laba di perusahaan itu.
Karena divisi pemasaran adalah yang bertugas mengelola pola pemasaran di perusahaan, lalu divisi lain seringkali memiliki stereotype bahwa ‘masalah pemasaran tangung jawab divisi pemasaran’, dan disinilah masalahnya.
Kegiatan pemasaran itu, begitu meluas, hingga semua divisi, bagian, stakeholder dari perusahaan itu sesungguhnya harus saling menunjang demi membantu kelancaran proses pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
Suatu kegiatan pemasaran begitu meluas, hingga mencakup pembentukan brand image dari perusahaan tersebut, dari merek yang disandang perusahaan itu. Sebaik apapun treatment pemasaran dan se-top apapun para pejabat pemasaran dalam divisi pemasaran tersebut, tidak akan dapat menjamin keberhasilan dari strategi pemasaran yang dilakukan apabila tak ditunjang dengan kolaborasi kerjasama dalam semua bagian dalam perusahaan itu. Dengan kata lain, manajemen perusahaan yang solid dapat menunjang keberhasilan proses pemasaran di perusahaan tersebut.
Saya mendengar sebuh cerita mengenai kekurangjelian sebuah perusahaan travel terhadap pola manajemen perusahaannya.
Travel ini berdiri sekitar pertengahan tahun 1990-an, dan berlokasi di Bandung. Singkat cerita, travel ini pada asalnya adalah sebuah perusahaan yang benar-benar dibangun dari bawah oleh pemiliknya, dengan pribadi pemiliknya yang baik dan selalu berusaha menyejahterakan bawahannya.
Pada awalnya, pola manajemen yang begitu ‘makmur’ dan kekeluargaan di travel ini sanggup membuat karyawannya merasa nyaman, hingga ada kepuasan dan optimalisasi dalam kinerja karyawan dan para drivernya, dan tentunya ini dapat meningkatkan kepuasan konsumen juga akan pelayanan dari karyawan dan drivernya tersebut.
Hingga akhirnya sekitar 2 tahun terakhir ini, terjadi sebuah pergholakan. Manajemen di perusahaan itu mengalami pengetatan, hingga semua biaya yang dirasa berlebih pun dipangkas. Bonus yang biasanya didapat oleh driver tiap 15 hari kerja pun berubah menjadi 20 hari kerja. Upah perharinya pun menurun. Para drivernya tak lagi dalam system kontrak, namun hanya perjanjian tanpa batas waktu masa kerja. Para drivernya dianggap sebagai mitra kerja, namun pada kenyataannya mereka mendapat upah harian, layaknya buruh pekerja.
Sempat terjadi demo hingga banyak driver senior yang memilih hengkang dari travel tersebut. Mereka memilih untuk mencari travel dan pekerjaan lain yang lebih bias menunjang kebutuhan hidupnya.
Saya pun berbicara dengan salah seorang drivernya. Dia seorang driver dengan pelayanan yang cukup baik. Meskipun penghasilannya kini berkurang, dengan tanggungan hidup istri dan beberapa anak, namun dia tetap mensyukuri pekerjaannya. Dan untungnya, pengetatan manajemen ini tidak seperti travel lainnya, mereka tidak kejar setoran, jadi driver ini pun merasa lega, biar dengan upah yang sudah berkurang, namun dia tak perlu memforsir kesehatannya.
Namun yang saya kaji dari sini adalah, bahwa untuk alasan apapun pengetatan manajemen yang dilakukan oleh travel tersebut, seharusnya mereka tetap bisa memperhatikan kesejahteraan karyawan dan drivernya. Memberi mereka asuransi yang baik, mengingat mereka adalah driver yang jam terbangnya kadang hingga larut malam. Apabila upah mereka mencukupi, tentunya saat mereka bekerja pun, mereka akan lebih focus, karena tidak ada pemikiran lainnya yang mengganggu saat sedang bekerja.
Jika karyawan sejahtera, maka karyawan itupun seolah akan menjadi advocates customer yang membela merek yang diyakininya. Selayaknya para pekerja yang membela perusahaan tempat dia bekerja, hingga akhirnya tak bertambah kibnerja pegawai tersebut, namun juga loyalitasnya pada perusahaan itu, dan image dari perusahaan itu pun akan lebih baik karena ditunjang oleh persepsi konsumen dari luar dan dari internalnya, oleh para karyawannya yang mengembar-gemborkan kebaikan perusahaannya. Beruntung travel yang saya bicarakan Di atas masih memiliki para pegawai yang loyal, hingga ada saja yang tetap memilih bekerja. Semoga manajemennya bisa diperbaharui mengingat para pegawainya begitu respect terhadap para atasan dan pemiliknya.

Minggu, 14 Juni 2009

Keseimbangan Penerapan Marketing Mix

Bagi para marketers, marketing mix atau bauran pemasaran adalah salah satu strategi pemasaran yang sudah sangat familiar di telinga. Marketing mix, yang terdiri dari variable 4P (Poduct, Price, Place, dan Promotion), semenjak ide awalnya oleh Neil Borden, yang lalu dikembangkan oleh E. Jerome McCarthy sekitar tahun 1960-an, yang kemudian begitu gencar digaungkan oleh Philip Kotler, kini telah bertambah menjadi 7P, yaitu 3P selanjutnya adalah Bukti Fisik (Physical Evidence), Proses (Process) dan Orang (People). Marketing mix adalah sebuah taktik dalam mengintegrasikan unsur penawaran, logistik, dan cara mempromosikan produk atau jasa Anda. Tidak hanya perlu melakukan penawaran yang menarik, Anda juga harus memikirkan taktik yang tepat dalam mendistribusikan dan mempromosikannya.
Kesesuaian 7 kombinasi tersebut dapat menunjang tiap variable hingga suatu kegiatan pemasaran dapat sukses sebegitu baiknya dan membantu adanya perkembangan pada pembangunan company, dan bukan tak mungkin meningkatkan penjualan anda.
Permasalahannya disini adalah, bagaimana kita bisa menyelaraskan ketujuh kombinasi tersebut agar tidak timpang salah satunya. Seimbang dalam penerapannya, karena jika hanya unggul dibeberapa variable saja, maka sesungguhnya marketing mix yang menjadi strategi pemasaran anda itu sendiri yang akan menggagalkan pemasaran anda.
Saya akan memberi contoh kegagalan penerapan salah satu layanan internet yang promosinya begitu gencar dengan pangsa pasar remaja hingga pebisnis muda di wilayah Bandung. Layanan internet ini memberikan penawaran yang begitu menggiurkan, dengan kecepatan konektivitas, kemudahan penggunaannya, harga yang relevan, dan banyak promosi lainnya. Intinya, layanan internet ini begitu sukses dalam promosi yang dilakukannya dengan promo dan tampilan yang inovatif dan begitu mudah menarik. Kalau dilihat secara umum, layanan internet ini berhasil melakukan general advertising dan masuk dalam mind share konsumen.
Namun, ternyata gencarnya promotion disini tak diimbangi dengan keberhasilan pada variable lainnya, seperti place dan product. Pada product, ternyata dari pihak layanan internet ini seolah tak memiliki kesiapan dalam memfasilitasi boomingnya layanan internet mereka di pasaran. Target audience yang menggunakan layanan ini ternyata melebihi prediksi, sehingga jaringan konektivitas layanan ini menjadi crowded. Penawaran layanan internet dengan kecepatan tinggi pun, mulai mengalami penurunan, akibat begitu banyaknya pengguna layanan internet tersebut. Pihak mereka bahkan ‘baru’ merencanakan akan menambah BTS, sementara konsumen sudah mulai mengeluh dan banyak yang posting di blog, yang tentunya dapat mempengaruhi brand mereka.
Pada place, yaitu saluran distribusinya, ternyata mereka pun juga mengalami kekurangan. Akibat begitu banyaknya pengguna layanan internet mereka, layanan internet ini pun tak dapat mengontrol peredaran voucher isi ulang mereka. Sehingga konsumen lagi-lagi mengeluh. Mereka menyatakan kekecewaannya dikarenakan begitu sulitnya mencari voucher internet tersebut.
Begitu banyaknya keluhan yang datang, hingga posting di blog-blog pun beredar berisi cacian, makian, hingga seruan untuk lebih baik pindah ke layanan internet lainnya. Namun tetap saja perusahaan tersebut tak bergeming. Mereka tak sigap menanggapi ini. KEPUASAN KONSUMEN BERPENGARUH PADA LOYALITAS KONSUMEN. Lovelock (1991:44) menjelaskan bahwa tingkat kesetiaan dari para konsumen terhadap suatu barang atau jasa merek tertentu tergantung pada beberapa faktor: besarnya biaya untuk berpindah ke merek barang atau jasa yang lain, adanya kesamaan mutu, kuantitas atau pelayanan dari jenis barang atau jasa pengganti, adanya risiko perubahan biaya akibat barang atau jasa pengganti dan berubahnya tingkat kepuasan yang didapat dari merek baru dibanding dengan pengalaman terhadap merek sebelumnya yang pernah dipakai.” Semakin konsumen merasa puas terhadap suatu produk, maka dia pun akan mengalami experience, hingga konsumen tersebut loyal pada produk itu dan akhirnya dia pun bisa menjadi advocates consumer, dimana konsumen tersebut sudah sampai di tahap secara sukarela dia merekomendasikan produk yang digunakannya itu. Dan tentunya ini bisa menjadi impact dari word of mouth dan pemasaran yang gratis. Sesuai dengan posting saya terdahulu, marketer masa kini tak lagi hanya menekankan pada inovasi produk dengan biaya berlebih. Low-budget high-impact!
Maka sebaiknya mari kita benar-benar memahami kombinasi dari marketing mix tersebut. Jangan hanya mengetahuinya lalu seenaknya menerapkan. Tapi harus ada keseimbangan dalam penerapan marketing mix tersebut. Karena sebuah strategi bisa menjadi senjata untuk kita apabila kita salah dalam penerapannya.

Sabtu, 06 Juni 2009

The Horizontal Era

Sekarang adalah era horizontalisasi dalam budaya marketing. Dari one-to-many, menjadi many-to-many. Dari vertical, menjadi horizontal.
Horizontalisasi disini merupakan dampak dari perkembangan sistem informasi kita. Komunikasi yang kini tak berbatas dengan begitu banyaknya fasilitas yang melimpah, hingga membuat marketing merambah dunia online dan offline. Tak hanya dunia maya, namun juga dalam kenyataan. Marketing menjadi lebih luas dan marketers ditantang untuk menjadi lebih kreatif.
Kita tak bisa lagi memandang konsumen hanya sebagai target marketing. Konsumen di era horizontal ini adalah partner / rekan dalam menjalankan proses marketing itu sendiri. Konsumen era ini adalah konsumen yang lebih cerdas. Mereka adalah konsumen horizontal yang aktif mencari info tentang needs dan wants mereka masing-masing.Meleburnya perbedaan antara marketer dan konsumen. Semuanya membaur dan menjadi horizontal.
World becomes crowd. Word of mouth yang begitu kuat dan merajalela, kemudian dengan internet yang kini berkembang menjadi era WEB 2.0, memfasilitasi publik yang kini berkomunitas, membentuk crowd, seperti yang dikaji dalam buku Crowd oleh Yuswohady.
Tak hanya itu, marketer masa kini tak lagi hanya bisa fokus pada kreativitas dengan budget yang berlimpah. Di era horizontal ini, berlaku hukum low-budget high-impact (Hermawan Kartajaya - New Wave Marketing). Kini yang dipentingkan adalah bagaimana caranya agar tetap kreatif dalam merebut mind share konsumen dengan budget yang rasional.
Saatnya para marketer ‘melek’ dengan fenomena marketing yang bergejolak semakin kuat, mengikuti arus perkembangan jaman. Regenerasi dalam dunia marketing yang semakin pesat, menuntut kita semua untuk lebih jeli dalam menangkap setiap opportunity yang kita miliki. Don’t wait the opportunity, MAKE IT!

Selasa, 02 Juni 2009

DIRECT RESPONSE MELALUI TELEVISI DAN RADIO

DIRECT RESPONSE MELALUI TELEVISI DAN RADIO
►Infomercial: Iklan yang Dikemas Mirip Acara Show
Informercial (information commercial) / iklan yang menyuguhkan informasi tentang suatu produk atau jasa. Tayangan berdurasi sekitar setengah jam itu prinsipnya adalah iklan yang dikemas dengan format dan gaya tayangan show di televisi.
Lima unsur terpenting infomercial:
1. Produk menarik perhatian massa
2. Produk memiliki rasio markup 5 atau 6 banding 1
3. Produk harus mudah diperagakan / didemonstrasikan
4. Produk mampu menciptakan transformasi yang ajaib
5. Produk harus unik dan langka
Kegagalan yang harus dihindari:
1. Jangan asal-asalan merancang satu program informasi pemirsa, lalu menyisipkan dua atau tiga iklan didalamnya
2. Selebriti yang menjadi host anda belum tentu menjamin keberhasilan program anda
3. Jangan terlalu banyak unsur hiburan
4. Jangan terlalu banyak membuang dana
Tips menayangkan program infomercial:
1. Saat tengah malam (hari Sabtu dan Minggu siang)
2. Di jejaring TV kabel
3. Di stasiun-stasiun afiliasi
4. Di stasiun-stasiun TV independen
5. Pada musim orang berbelanja
6. Program ditayangkan beberapa kali saja ketika orang sedang tidak berbelanja dan jarang di rumah

►Iklan TV Format Pendek
Program Direct Response Television (DRTV), berjalan selama 30 menit, sedang iklan TV Direct Response biasanya berlangsung 1-2 menit. Jim Daniel mengatakan, “Program DRTV dirancang untuk mengiring respons spesifik secara langsung pada pemirsa TV”. Penayangannya nyaris tak pernah muncul pada jam prime time, dikarenakan pada jam-jam tersebut pemirsa kurang memperhatikan tayangan iklan.
Rekomendasi penayangan iklan DRTV:
1. Tayangkan pada sela-sela program yang kurang menarik, agar mendapat respon
2. Tayangkan siang hari (lebih efektif daripada malam hari)
3. Uji coba spot infomercial di pasar skala kecil bisa menjadi prediktor yang cukup tentang hasil potensial program yang lebih ekstensif
4. Ulang tayangan spot untuk penerima terbatas (lebih baik daripada mengurangi tayangan spot iklan yang memiliki penerima besar
5. Gunakan title untuk menunjukkan nomor telepon bebas pulsa dan menegaskan selling point produk Anda
6. Ulangi terus penayangan nomor telepon
7. Gunakan tawaran dengan kata-kata yang kuat, jelas, sederhana
Tips tambahan dari Dean Rieck:
1. Tawarkan produk yang unik
Produk retail dan eceran sejauh ini merajai pasar karena mudah didapat, karena itu jika menjual di televisi, jual produk yang istimewa.
2. Dramatisirlah manfaat dan hasil produk Anda
Orang hanya mempercayai apa yang mereka lihat sendiri, maka dramatisirlah fitur dan manfaat produk Anda
3. Sodorkan solusi masalah
4. Berikan tawaran yang unik (USP-Unique Selling Proposition)
Tawaran unik menjadikan produk Anda beda dari yang lain
5. Berikan janji yang powerful
Ajukan klaim kehebatan produk dengan jelas dan langsung
6. Ciptakanlah perceiver value yang tinggi
7. Tingkatkan nilai produk Anda dengan menawarkan hadiah ekstra
Contoh: Menjadi nasabah bank, Anda bisa mendapatkan Blackberry Bold
Televisi digunakan untuk memasarkan produk secara langsung pada pelanggan melalui tiga cara. Pertama melalui iklan tanggapan langsung. Pemasar tanggapan langsung mengudarakan spot televisi, sering selama 60 atau 120 detik, yang secara persuasif menggambarkan suatu produk dan memberikan pelanggan nomor telepon bebas pulsa untuk memesan. Salah satu contoh iklan terbaik Dial Media untuk pisau Ginsu, yang diputar selama 7 tahun dan menjual hampir 3 juta perset pisau dengan nilai penjualan lebih dari $40 juta. Belakangan ini, beberapa perusahaan telah mempersiapkan info komersial 30 dan 60 menit, yang mirip dengan film dokumenter (tentang berhenti merokok, menyembuhkan kebotakan, atau menurunkan berat badan), memuat kesaksian dari pemakai barang atau jasa yang puas, dan mencantumkan nomor telepon bebas pulsa untuk memesan atau memperoleh informasi lebih lanjut.
Pendekatan pemasaran televisi kedua adalah saluran belanja dirumah, yang merupakan saluran televisi yang bertujuan untuk menjual barang dan jasa. Yang terbesar adalah Home Shoping Network (HSN), yang mengudara 24 jam sehari. Pemandu acara menawarkan harga obral atas produk-produk mulai dari perhiasan, lampu, boneka koleksi, dan pakaian juga alat-alat listrik dan peralatan elektronik-biasanya diperoleh HSN dengan harga obral. Pemirsa dapat menelepon nomor bebas pulsa untuk memesan barang. Pesanan dikirimkan dalam 48 jam. Saluran nomor dua yang lebih bergengsi, QVC, juga melakukan penjualan 24 jam sehari. Pada tahun 1993, lebih dari 22 juta orang dewasa menonton acara belanja dari rumah, dan hampir 13 juta membeli barang dari acara belanja dirumah.
Pendekatan ketiga adalah videoteks, yaitu televisi konsumen dihubungkan dengan bank data komputer penjual melalui kabel atau jalur telepon. Layanan videoteks terdiri dari katalog produk yang terkomputerisasi yang ditawarkan oleh produsen, pengecer, bank, perusahaan perjalanan wisata, dan lain-lain. Konsumen mengajukan pesanan melalui keyboard khusus yang dihubungkan ke sistem tersebut melalui kabel dua arah. Banyak riset kini sedang dilakukan untuk menyempurnakan TV interaktif sebagai langkah selanjutnya setelah videoteks.
Majalah, koran, dan radio juga dapat digunakan dalam saluran penjualan dengan tanggapan langsung. Orang mendengar atau membaca tentang penawaran dan menelepon nomor telepon bebas pulsa untuk memesan.
►Iklan Direct Response dengan Siaran Radio
Radio merupakan alat paling praktis untuk menyampaikan pesan sponsor kepada massa. Memiliki 2 kelebihan utama: biaya pemasangan iklan yang relatif murah dan selektivitasnya.
• Menjangkau Pasar yang Tepat Melalui Siaran Radio
Untuk menyaingi televisi, stasiun radio-radio swasta meramu berbagai program khusus yang dirancang untuk menjangkau penerima tertentu. Masing-masing stasiun radio itu memiliki segmen pasar tersendiri, dan segmen itulah yang mereka jual kepada para pengiklan. Studi yang dilakukan lembaga survey Robert. E. Balon and Associates mengungkapkan bahswa suasana hati atau mood pendengar sangat menentukan stasiun radio yang dipilihnya.
• Membeli Radio Time
Beberapa tips praktis memasang iklan di radio:
1. Pastikan memilih stasiun radio yang tepat
2. Cari stasiun radio yang disukai pangsa pasar Anda
3. Untuk mengetahui apakah stasiun radio setempat melayani pangsa pasar Anda, hubungilah bagian pemasaran mereka dan jelaskan produk atau jasa apa yang ditawarkan, dan kelompok mana yang menjadi prospek Anda.
4. Jika stasiun itu merupakan wahana yang cocok untuk iklan produk Anda, mintalah mereka mengirimkan media kit. Biasanya berisi item seperti berikut:
a. Peta jangkauan siaran mereka
b. Hasil riset pasar yang menunjukkan keunggulan stasiun tersebut
c. Deskripsi tentang penyiar mereka serta acara yang mereka pandu
d. Daftar perusahaan setempat yang memasang iklan di radio tersebut
e. Sebuah rate card atau daftar harga pemasangan iklan di sana (Tarif bervariasi tergantung jam penyiaran, karena jumlah pendengar radio juga bervariasi tergantung waktunya)
DRIVE TIME
06.00 – 10.00
15.00 – 18.00





Sumber:
Bly, Robert W. 2006. The Complete Ideal’s Guides: Direct Marketing. Jakarta: Prenada Media Group

Daftar Blog Saya

Mengenai Saya

Foto saya
I am a product of imagination who dwells in a faraway castle. This blog is not related to my profession in real life but meant to be a tool for me as a human to share my thoughts and notions. This blog was initially started as a project in my college time because I took marketing communication as my concentration but it appears that I need a vessel of my imagination so here we are ! PS: pardon my language or thoughts if you feel it's quite offensive :)

Pengikut

Arsip Blog